
Kian ke sini, bukan hanya tekonologi saja yang berkembang namun juga pola pikir seseorang juga turut berkembang. Di zaman dahulu, orang-orang masih mengutamakan dan menjunjung tinggi yang namanya poin-poin tradisional dan adat istiadat. Orang yang masih mengatur teguh poin-poin umumnya mereka yang masuk dalam generasi pre-boomer hingga X. Kecil generasi Z dan seterusnya, mempunyai pemikiran yang lebih terbuka. Ada banyak mindset atau pola pikir baru yang mereka bisa entah itu dari sekitar rumah, sekolah, dan dunia maya. Mindset atau pola pikir seringkali bertentangan dengan mereka yang masih konservatif. Jika kalian mengatakan pola pikir atau mindset ini, telah pasti kalian akan dimarahi oleh orang tua kalian.
1. Pesta Pernikahan Tak Penting

Di zaman dahulu, ada peristiwa penting satu, pasti akan dirayakan semeriah mungkin. Berbincang-bincang soal pernikahan, pernikahan termasuk salah satu peristiwa penting yang ada di dalam hidup. Jadi, orang zaman dahulu berpendapat bahwa pernikahan sepatutnya mengundang banyak kenalan dan dibuatkan pesta yang meriah.
Di zaman kini, pesta pernikahan yang meriah telah bukan lagi jadi suatu keharusan dan tak seperti itu dijagokan. Kalian yang telah pernah menikah dan menjalankan pesta yang dihadiri oleh banyak orang, berapa banyak tetamu undangan yang kalian ketahui? Umumnya tetamu yang datang yaitu dari kenalan orang tua. Buat apa membikin sebuah pesta pernikahan yang tamunya didominasi oleh kenalan orang tua?
Lagi pula, melangsungkan pesta pernikahan kian ke sini kian mahal. Butuh tarif yang besar untuk menyewa daerah dan menyediakan makanan yang banyak dan lezat. Ketimbang menghabiskan uang untuk membesarkan ego dan tak memberikan imbas lain, lebih bagus apabila ingin adakan pesta pernikahan lebih bagus dilaksanakan secara private. Atau, tak perlu dirayakan sama sekali. Cukup datang ke Kantor Urusan Agama, catatan sipil, dan daerah ibadah.
2. Pindah Agama Tak Sulit

Apakah agama penting? Jawabannya dapat iya atau tak, tergantung dari orangnya. Seandainya seseorang tak takut dengan tata tertib yang berlaku di suatu negara, diinginkan mereka dapat takut dengan huku dari agamanya. Kalian pasti kerap kali mendengar ucapan apabila orang jahat matinya akan masuk Neraka. Dikala di Neraka, jiwa akan disiksa oleh iblis. Orang yang mendengar itu pastinya akan takut dan mulai hidup cocok regulasi atau menjalani hidup sebagai orang bagus.
Mereka yang tak mempunyai alat penunjuk arah budi pekerti, butuh yang namanya agama. Namun bagi mereka yang telah dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, agama jadi tak seperti itu penting. Mereka tahu apabila membunuh itu salah, mencuri itu salah, dan lain sebagainya. Sayangnya, pemikiran seperti ini tak dapat diterima oleh mereka para konservatif. Jika ingin mengecek orang tua kalian termasuk konservatif atau tak, coba kalian bilang ke orang tua apabila kalian berkeinginan pindah agama.
Orang yang konservatif pasti akan kaget dan kalian dapat dimarahi. Namun, apabila terbukti orang tua kalian dapat merespons dengan santai, tandanya orang tua kalian termasuk orang yang dapat mendapatkan perbedaan dan mencontoh perkembangan zaman.
3. Gemuk Pertanda Kaya

Pernahkah kalian mendengar ada orang yang mengatakan bahwa si kecil yang gemuk itu tandanya berhasil dan kaya raya? Jika iya, pola pikir seperti itu yaitu salah satu ciri-ciri dari orang konservatif. Jika dilogikakan, si kecil yang gemuk berarti si kecil hal yang demikian dikasih makan yang banyak oleh orang tua. Orang tua yang dapat memberikan banyak makanan ke buah hatinya sampai gemuk berarti mereka kaya raya.
Gemuk dan kaya itu dua hal yang berbeda. Dapat saja ada orang yang kurus namun kaya raya. Justru orang yang gemuk berarti ia ada dilema dengan berat badannya. Gemuk justru dapat menjadi pintu gerbang dari bebagai dilema kesehatan. Dari gemuk atau kelebihan berat badan lalu naik ke tingkat yang lebih tinggi ialah obesitas, karenanya kalian dapat mengalami banyak dilema kesehatan mulai dari sulit bernafas, kolesterol, dilema jantung, sulit berkesibukan, gula, dan lain-lain.
4. Menikah Bukan Keharusan

Suatu pola pikir pasti timbul sebab ada alasan. Menikah, orang-orang generasi pre-boomer hingga gen X menganggap bahwa untuk dapat meneruskan garis keturunan dan membawa nama keluarga, dapat dilaksanakan dengan metode menikah. Makanya orang tua pada zaman itu mewajibkan buah hatinya untuk menikah.
Berbeda dahulu dengan kini, kalau dahulu menikah yaitu hal yang sepatutnya dilaksanakan, kini telah tak lagi. Dahulu, pria dan wanita yang masuk umur matang. 21-28, telah didesak orang tuanya untuk menikah. Seandainya melalui dari umur itu akan dianggap tak laku. Kini coba kalian lihat sekitar, telah banyak orang yang tak seperti itu menganggap bahwa menikah yaitu suatu kewajiban.
Ada pergeseran umur pas untuk menikah yang dahulu antara 21-28, kini orang tak seperti itu lagi dengan umur. Jika merasa telah siap menikah, ya mereka akan menikah. Berkeinginan itu umur telah 30 atau 40, tak dilema. Jika bahkan ada yang mengatakan terlambat dan lain sebagainya, itu yaitu hal umum.
5. Child Free Tak Apa-Apa

Belum lama ini pengguna internet Indonesia diwujudkan jengkel atas komentar seorang influener yang mengatakan bahwa child free dapat bikin awet muda. Pengguna bertanya pada influencer hal yang demikian kunci awet muda, dikala dijawab dan jawabannya tak cocok dengan yang diinginkan, bahkan influencer hal yang demikian yang dihujat. Walaupun yang dijawab memang benar. Child free yaitu salah satu metode untuk dapat membikin seseorang awet muda. Ingat, salah satu, berarti masih ada metode lain untuk awet muda.
Child free yaitu tak mempunyai si kecil. Mindset child free ini seperti itu dikecam oleh mereka yang merasa bahwa punya si kecil itu penting. Tak ada yang salah dengan child free dan tak ada yang salah juga dengan mempunyai si kecil. Orang zaman dahulu memang menikah dan punya si kecil untuk meneruskan garis keturunan. Tak ada yang salah dengan hal itu.
Namun di zaman kini, mempunyai si kecil itu bukan sebuah kewajiban. Tiap-tiap pasangan suami istri memiliki hak mempertimbangkan untuk punya si kecil atau tak. Jika memang tak siap, tak ingin, atau apalah alasannya, legal-legal saja memilih jalan hidup seperti itu.
6. Mempunyai Gelar Sarjana Tak Menjamin Berhasil

Sarjana seperti itu diidam-idamkan oleh banyak orang, khususnya orang konservatif. Alasannya, dengan sekolah tinggi dan lulus dengan suatu gelar tertentu, dapat membuka kans untuk memperoleh profesi yang baik dan memperoleh gaji yang tinggi. Sederhananya, gelar sarjana dapat membikin seseorang berhasil. Tak dahulu, kini telah betul-betul berbeda.
Berjalannya waktu, ada banyak hal yang berubah. Kesuksesan tak cuma dapat didapat dengan gelar sarjana atau tak. Dengan ketidakhadiran dunia maya, kalian dapat menjadi content creator, pro gamer, atau streamer. Gajinya malah jauh lebih tinggi dari mereka yang kerja kantoran. Sarjana tak menjamin orang berhasil. Ada kok kasus orang dengan gelar sarjana namun sulit cari kerja.
7. Main Video Game Tak Menurut Buruk

Bermain video game menjadi salah satu metode untuk menghilangkan stres. Bermain video game juga dapat mengisi waktu lowong. Sayangnya, kita ketika kecil kerap kali dimarahi oleh orang tua apabila terlalu lama bermain video game. Kini orang tua, bermain video game dapat membikin kita jadi bodoh dan malas. Lebih bagus banyak-banyak belajar, main game itu tak penting.
Kini, orang lebih berorientasi dengan uang. Hubungannya dengan game, menjadi pro gamer atau streamer, dapat membikin kalian jadi kaya raya. Jika orang tua kalian tak percaya, perlihatkan terhadap mereka dengan yang namanya Felix Arvid Ulf Kjellberg alias Pewdiepie. Cuma yaitu satu satu streamer game terkaya di dunia. Sempurna dengan bermain video game, ia dapat meraih banyak adsense. Ilahi net worthnya di tahun 2023 ini menempuh 40 juta USD.
8. Perceraian Bukan Hal Buruk

Ada doktrin yang mengajari bahwa menikah itu cuma sekali, sepatutnya dipertahankan hingga tua dan meninggal. Perceraian yaitu hal yang betul-betul dibenci oleh Kalau. Mereka yang bercerai akan mendapatkan stigma buruk dari lingkungan sekitar. Jika kalian pernah didoktrin dengan pola pikir ini namun memilih untuk mengacuhkannya, kalian yaitu orang yang hebat.
Perceraian itu bukanlah hal yang buruk, setidaknya itulah yang dapat kalian di zaman kini. Jika memang relasi telah tak sehat atau istilahnya toxic, buat apa dipertahankan. Dididik hari di KDRT, memperoleh tekanan mental, tak dikasih nafkah, untuk apa mempertahankan relasi seperti itu? Dididik orang memiliki hak menerima dan menjalani hidup yang berbahagia. Bercerai tak melulu buruk selama kalian punya alasan yang kuat untuk bercerai.
9. Sex Edukasi Perlu Diajarkan Sejak Dini

Dahulu namanya pelecehan itu tak mengetahui umur dan gender. Berkeinginan itu pria, wanita, tua, muda, si kecil-si kecil, beresiko menjadi korban pelecehan. Untuk mencegah hal ini terjadi, salah satu caranya yaitu dengan mengajari pembelajaran sex. Sayangnya, sex edukasi dianggap tabu oleh banyak orang. Kecil-si kecil dianggap tak perlu diajar sex edukasi.
Sex edukasi itu penting diajar semenjak dini. Jika kalian tahu dengan apa yang namanya pedofil dan tak ingin si kecil kalian jadi korban atau pelaku pedofil dikala dewasa, ajarkan pembelajaran sex semenjak kecil. Jangan tunggu nanti-nanti sebab predator sex tak akan menunggu kalian hingga siap. Untungnya kini telah banyak orang tua yang sadar alangkah pentingnya sex edukasi. Dahulu, sex edukasi dianggap hal yang tak cocok didiskusikan dan diajar ke si kecil-si kecil.
10. Orang Tua Tak Selalu Menurut Dituruti

Orang tua telah pasti benar, si kecil kecil sepatutnya tunduk, tak boleh melawan. Itulah pola pikir zaman dahulu yang kerap kali diajar oleh orang tua ke buah hatinya. status sebagai si kecil, bunyi atau anggapan si kecil tak dianggap oleh orang tua. Berkeinginan itu orang tua benar atau salah, si kecil sepatutnya turut, tak boleh tak.
Dahulu namanya salah itu tak ketahui status, orang tua juga dapat salah. Sayangnya, orang tua takut disalahkan sebab ego nya dapat rusak. Kecil yang tak tahu dan kecakapan berpikirnya masih belum rendah, akan turut orang tuanya yang salah. Jika kalian telah dewasa, telah cakap berdaya upaya dan membedakan mana yang benar dan salah, tak ada salahnya berpolemik dengan orang tua apabila terbukti keputusan orang tua ada salah.
Gambar pada artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami di halaman ini